Alih Profesi, Why Not?

oleh seseorang yang pernah berada di situasi ini

Alih Profesi, Why Not?

Mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keinginan merupakan impian setiap orang. Terlebih lagi pekerjaan atau profesi tersebut merupakan hobi kita sendiri, tentunya akan semangat dan senang dalam bekerja. Tapi terkadang kenyataan berkata lain, belum tentu pekerjaan yang kita dapat sesuai dengan apa yang kita impikan. Mengapa? Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut dapat terjadi, mulai dari sulitnya mencari pekerjaan, persaingan yang ketat antar pencari kerja, faktor keluarga/orangtua, hingga kondisi ekonomi pribadi yang mendesak seseorang bekerja seadanya. Dan itu terjadi kepada saya. 

Pada saat lulus kuliah, saya merasa beruntung karena langsung mendapatkan panggilan kerja di salah satu bank swasta terbesar di Indonesia. Tes demi tes sudah saya jalani, dan akhirnya saya mendapatkan tawaran pekerjaan sebagai karyawan kontrak sebuah project. Tanpa berpikir panjang, saya terima tawaran tersebut, mungkin karena pada saat itu saya sangat excited dan bersemangat untuk bekerja di bank tersebut walaupun hanya sebagai karyawan kontrak dan harus merantau ke ibu kota. Akhirnya saya bisa menggapai salah satu keinginan saya pada saat kuliah, yaitu bekerja di ibu kota. 

Namun ternyata bekerja di ibu kota tidak semudah itu, tidak seperti apa yang ada di bayangan saya. Dengan pendapatan yang tidak terlalu besar tetapi pengeluaran yang cukup banyak, saya harus mengurungkan niat untuk menabung, bahkan saya terpaksa harus meminjam kepada orang tua saya di satu bulan pertama. Suatu hari, atasan memanggil saya dan menawarkan posisi sebagai karyawan tetap di bank tersebut karena ada yang akan resign. Saya masih ingat jelas apa yang dikatakannya. Dengan semangat, dia bilang seperti ini: 

“Jadi begini Hans, kita lagi ada lowongan buat posisi staf tetap dan karena kamu sebenarnya secara psikotes lolos sebagai staf tetap, jadi kita mau nawarin ke kamu posisi ini, tapi kamu harus menjalani probation selama 3 bulan. Kamu mau kan?”

Saya pun meminta waktu untuk mempertimbangkan tawaran tersebut selama 2 hari. Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa saya meminta waktu, padahal saya tahu bahwa menjadi karyawan tetap di perusahaan ini sudah sangat enak, selain gaji yang sudah pasti lebih tinggi dari karyawan kontrak, tunjangannya pun jauh lebih banyak dibandingkan dengan posisi saya yang sekarang dan saya pun tahu ini merupakan kesempatan bagus yang tidak akan datang dua kali. Tapi ada satu hal yang selalu terbayang di pikiran saya saat bekerja di ibu kota, dan ini adalah salah satu hal yang paling penting di hidup saya, orang tua. 

Kenapa orang tua? Semenjak saya bekerja di luar kota, saya dapat merasakan dengan jelas kalau orang tua saya merasa kehilangan, mungkin mereka ga mengungkapkan hal itu tapi terlihat jelas di mata mereka. Bahkan selama saya bekerja pun saya rela untuk pulang ke Bandung satu minggu sekali saat akhir pekan untuk bertemu mereka, walaupun saya tahu ini bukan keputusan yang bijak terlebih lagi pada saat itu sedang berlangsung proyek pemerintah, yang membuat jalan tol menjadi sangat macet setiap akhir pekan. 

Dua hari pun berlalu dan tiba saatnya saya untuk memberi keputusan. Pada hari itu saya masih merasa sangat bingung dan takut mengambil keputusan yang salah. Tapi akhirnya dengan berat hati saya memutuskan untuk tidak mengambil kesempatan tersebut dan menjelaskan apa yang ada di pikiran saya sebagai alasannya dengan beberapa alasan lain. Awalnya saya merasa atasan saya akan bingung dengan alasan tersebut tapi ternyata beliau hanya bilang: 

“Saya mengerti sama kondisi kamu Hans, bahkan saya kagum sama kamu di zaman seperti ini masih ada millenials yang masih mendengarkan dan segitu peduli sama orang tuanya.” 

Mendengar itu, saya seperti mendapat 1 alasan tambahan yang membuat saya merasa kalau keputusan yang saya ambil bukanlah keputusan yang salah. Akhirnya tiba saat di mana kontrak saya berakhir dan saya pun memutuskan untuk tidak melanjutkan kontrak tersebut. Saya pun kembali ke Bandung dan berstatus sebagai pengangguran karena masih belum mendapatkan pekerjaan.    

Adanya Kesempatan dan Peluang

Satu, dua bulan saya berada di Bandung dan masih belum mendapatkan pekerjaan. Mulai merasa bosan di rumah dan mulai banyak orang menanyakan hal yang sama berulang-ulang kali yaitu “udah dapet kerjaan belum?”, “kapan kamu kerja lagi?”, dan masih banyak lagi. Saya sudah coba lamar sana-sini tetapi belum lolos menjalani tes di berbagai perusahaan, mungkin karena memang belum “berjodoh” dan ternyata memang benar apa yang dikatakan orang banyak bahwa zaman sekarang perusahaan tidak hanya sekedar melihat asal universitas dan IPK saja tetapi lebih daripada itu. Sampai pada akhirnya saya dibantu oleh salah seorang keluarga saya yang memiliki relasi di suatu perusahaan swasta ternama di Bandung. Walaupun dalam hati saya tidak ingin bekerja di perusahaan itu karena satu lain hal, tetapi pada akhirnya saya diterima dan bekerja di sana untuk menyambung hidup. Saya merasa beruntung karena 3 bulan pertama saya masih berada pada masa percobaan dan saya masih bisa resign kapanpun selama masa percobaan ini karena belum terikat kontrak. Selama masa percobaan tersebut, saya aktif untuk mencari pekerjaan lain karena saya tidak merasa cocok dengan pekerjaan serta budaya kerja perusahaan ini dimana menurut saya, perusahaan ini kurang memperhatikan pengembangan diri dan kesejahteraan dari para karyawannya.


Change. Foto: Mentari Desiani Pramudita/Intisari.grid.id

Satu bulan pun berlalu dan suatu hari ada salah satu teman saya yang sharing iklan lowongan pekerjaan di grup media sosial. Saat saya melihat lowongan tersebut, saya kurang begitu yakin untuk melamar pekerjaan tersebut karena perusahaan yang membuka lowongan itu bergerak bidang teknologi dan saya tidak tahu apa-apa tentang bidang tersebut walaupun pada iklan lowongan tersebut tercantum bahwa posisi ini tidak membutuhkan ilmu komputer seperti coding dan lainnya. Di sini saya merasa bahwa iklan lowongan pekerjaan ini adalah suatu kesempatan dan peluang bagi saya untuk melakukan alih profesi.

Perlu Perencanaan

Saya mulai mencari tahu tentang perusahaan ini dan tentunya mencari tahu juga tentang posisi yang ditawarkan perusahaan, apa yang harus dikerjakan oleh posisi tersebut di industri teknologi seperti perusahaan ini. Setelah berpikir panjang dan mempertimbangkan beberapa hal, pada akhirnya saya melamar lowongan tersebut walaupun saya merasa peluang lolosnya kecil karena latar belakang saya yang kurang relevan namun saya pikir tidak ada salahnya untuk mencoba. 

Pada saat mempertimbangkan apakah harus melakukan alih profesi ini atau tidak, saya sempat pula mencari tahu apa saja yang perlu dipikirkan kalau saya beralih profesi dan saya menemukan sebuah artikel yang cukup informatif dari laman Qerja.com. Artikel tersebut mengatakan bahwa sebelum beralih profesi, ada lima hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu usia yang masih produktif, apakah cukup ilmu baru yang dimiliki, memiliki jaringan yang luas, siap untuk mengambil risiko, dan tentunya harus siap mulai dari bawah lagi. Saya berpikir, mungkin saya tidak memenuhi semua hal yang disebutkan itu tapi saya percaya kalau ada niat dan keyakinan, pasti ada jalan.

Bercermin Kepada Mereka

Mungkin kalian berpikir kalau cerita dan pengalaman saya ini masih belum menjamin apakah dengan alih profesi kita bisa sukses, namun saya pun mendapatkan beberapa kisah inspiratif yang menurut saya bisa dijadikan sebuah acuan. Kisah-kisah ini saya ambil dari sebuah artikel yang dipublikasi oleh Liputan6.com.

Yang pertama adalah Devendra yang mengawali karirnya sebagai karyawan IT di sebuah perusahaan di India. Ia memiliki hobi fotografi dan kecintaannya terhadap hobi inilah yang membuat Devendra mengubah jalur karirnya menjadi seorang fotografer. Ia merasa bahwa sejak beralih profesi ini, hidupnya menjadi lebih menyenangkan. Bahkan sekarang Ia menjadi salah seorang fotografer pernikahan yang banyak dicari orang di negaranya.


Potret Devendra. Foto: Liputan6.com/Mutia Permatasari

Kisah inspiratif lainnya datang dari seorang perempuan yang bernama Pranita. Ia mengawali karir di bidang pemasaran dan menjadi seorang perencana media di sebuah perusahaan. Ia memiliki kecintaan terhadap anjing dan memutuskan untuk beralih profesi sebagai pelatih anjing. Dengan sertifikat Canine Trainer & Behavioris, Pranita memulai perusahaan pelatihan anjing sendiri di negaranya. Sama seperti Devendra, Pranita pun lebih merasa senang dalam menjalani hidupnya setelah beralih profesi ini bahkan ia telah melatih lebih dari 100 anjing serta meluncurkan finder aplikasi layanan mobile hewan peliharaan pertama di negaranya.


Pranita bersama dengan anjing yang ia latih. Foto: Liputan6.com/Mutia Permatasari

Masih belum cukup dengan kisah inspiratif di atas? Tenang, masih ada kisah inspiratif lainnya dan kali ini datang dari Indonesia. Siapa sih yang tidak mengenal Vincent Rompies? Entertainer yang sukses menjadi pembawa acara di salah satu talkshow yang sedang populer di kalangan masyarakat saat ini ternyata dulunya pernah menjadi seorang karyawan di sebuah perusahaan. Tapi ia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya itu dan beralih profesi sebagai entertain, pemain film, serta musisi. Padahal ia pernah mengakui bahwa sebenarnya ia adalah seorang introvert yang merasa tidak nyaman apabila menjadi pusat perhatian orang lain, namun ternyata ia sukses dalam karirnya sekarang. 


Vincent Rompies dan Deddy Mahendra Desta dalam acara talkshow TV swasta. Foto: Instagram/vincentrompies

Satu lagi datang dari salah seorang pemain film, sutradara, entertain dan stand up comedian Indonesia yang cukup senior, yaitu Soleh Solihun. Ia pernah menjadi seorang jurnalis di sebuah media musik, bahkan sudah mapan di pekerjaannya tersebut dimana dari pekerjaannya tersebut ia memiliki penghasilan tetap yang sangat cukup untuk menafkahi keluarganya. Namun, ia memutuskan untuk beralih profesi sebagai stand up comedian, pemain film, sutradara sekaligus menjadi entertain. Ternyata alih profesi yang ia jalani mampu membuat ia sukses dalam berkarir.


Soleh Solihun saat sedang manggung. Foto: Instagram/solehsolihun

Sebenarnya masih banyak kisah-kisah inspiratif lainnya yang dapat kita jadikan sebagai acuan, namun tidak semuanya dapat saya ceritakan, karena kalau saya ceritakan semuanya artikel ini dapat berubah menjadi buku anak kuliah yang saking tebalnya dapat dijadikan bantal untuk tidur di perpustakaan.

Are You Ready?

Beberapa hari setelah melamar pekerjaan ini, saya mendapat email undangan interview dan tentunya setelah apa yang saya pertimbangkan di awal sebelum melamar pekerjaan ini, saya datang menghadiri interview. Setelah interview selesai, saya diminta untuk menunggu kabar beberapa hari dan saya tidak menyangka ternyata saya diterima! Saya menerima tawaran ini dan dalam hati saya berkata “apapun yang akan lu hadapi ke depan, lu harus siap!”  

https://lh3.googleusercontent.com/proxy/6edZ-Wyt7fhBSlJc9f-I_iGwYFFwedJ5obgJaWMWduytDHz2R0Xna8pDtwcxFBZW-eus-7CjOvH1PVadMFX1lqu4bF-RSTV6ZrE6LMhGKn3t66tLkOfrFk1NC242JxBuy7wCWBT1qsSLFHaXcpIyRT73zEaXhk4
Are You Ready? Foto: wordpress.com/brushheadmusings

Mungkin cerita saya ini belum menginspirasi buat kalian tapi trust me, it works -hmm seperti kenal dengan jargon ini, kita ulang kalau begitu-. Mungkin cerita saya ini belum bisa dijadikan sebagai inspirasi kalian untuk melakukan alih profesi dan saya pun masih jauh dari kata sukses berkarir, bahkan tidak tahu apakah pekerjaan saya sekarang merupakan pekerjaan yang memang cocok dengan diri saya sendiri. Tapi apabila ada satu kesempatan bagi saya untuk memilih antara pekerjaan yang tidak saya senangi tetapi dengan gaji yang besar dan penghasilan tetap atau pekerjaan yang saya senangi (mungkin bisa kerja di perusahaan atau membangun bisnis sendiri yang sesuai dengan hobi) tetapi penghasilan tidak menetap atau mungkin lebih kecil, saya akan lebih memilih pekerjaan yang saya senangi karena untuk apa kita bekerja keras mencari uang dan uang, tapi kita tidak dapat menikmati hidup atau tidak memiliki waktu yang cukup untuk orang-orang tercinta? 

Dan setelah apa yang saya rasakan, saya dengar cerita dari orang-orang di sekitar saya serta dari kisah-kisah inspiratif yang ada, saya hanya ingin meyakinkan kalian yang sempat terpikir untuk beralih profesi bahwa tidak selamanya beralih profesi itu menyeramkan dan dapat membuat karir kita jatuh, selama kita memiliki persiapan yang matang dan keyakinan yang kuat, kita pasti bisa menjalani profesi baru kita, apapun itu profesinya. Lagi pula kita pasti akan lebih senang menjalani hidup ini apabila memiliki pekerjaan atau profesi yang sesuai dengan keinginan kita, pekerjaan yang cocok dengan kita, terlebih lagi itu merupakan hobi kita sendiri. Kita pun akan menjalani pekerjaan itu dengan sepenuh hati dan apabila kita menghadapi masalah dalam pekerjaan itu kita akan cenderung untuk selalu berjuang mencari solusi dan jalan keluarnya. Selama ada niat pasti ada jalan!